“Saya tidak ingin kuliah”, kata seorang pemuda puluhan tahun yang lalu. Saat masih belajar di Sekolah Menengah Atas (SMA), dia juga sudah bekerja. Dia tidak bekerja untuk orang lain. Dia memiliki usaha sendiri di kampung halaman yang tidak jauh dari sungai. Dia merangkap menjadi bos dan juga karyawan.
Sejak masih sebagai pelajar dia sudah memiliki sebuah mobil. Walaupun itu mobil barang, setidaknya dia sudah bisa menyetir mobil. Mobil untuk mengangkut barang-barang dagangannya. Para pelanggannya menjadi yakin dengan jasanya. Barang pesanan bisa diantar dengan segera.
Usahanya semakin maju. Efisiensi bisa dilakukan. Pemuda itu langsung terjun dalam kegiatan usaha. Menjadi sopir sekaligus menaikkan dan menurunkan barang menjadi salah satu kunci suksesnya. Keadaan seperti itu tidak dirasakannya berat. Semangat dalam usahanya semakin bertambah seiring dengan keuntungan yang semakin bertambah.
Di awal usahanya belum banyak pesaing. Beberapa tahun kemudian pesaing mulai bermunculan. Saat pesaing mulai “menggoda” usahanya, dia sudah memiliki pelanggan-pelanggan setia. Persaingan usaha itu biasa. Dia terus membuktikan kualitas pelayanan agar para pelanggannya tetap setia.
Dalam usia muda, dia sudah memiliki penghasilan sendiri. Penghasilan yang tidak dimiliki kebanyakan pemuda saat itu. Akhir pekan atau malam Minggu menjadi waktu yang menyenangkan baginya. Dia memiliki cukup uang untuk sekedar mentraktir teman-temannya makan atau minum.
Pemuda itu gagah secara ekonomi saat masih muda.
Melihat keadaannya seperti itu, ada seseorang yang “tidak senang”. Keadaan seperti itu baik untuk jangka pendek. Tetapi tidak ada jaminan kebaikannya di masa depan. Seseorang itu harus melakukan sesuatu untuk memastikan masa depannya tetap baik.
Seseorang itu adalah Ayahnya sendiri. Diam-diam, Ayahnya pergi ke suatu kampus swasta di ibu kota kabupaten. Tidak jauh dari rumahnya. Dia mendaftarkan anak laki-lakinya untuk menjadi mahasiswa di kampus itu.
Semuanya beres.
Mahasiswanya tinggal mengikuti kuliah.
Mengetahui langkah Ayahnya, anak laki-laki itu tidak berkutik. Walaupun agak ogah-ogahan dia mengikuti perkuliahan. Usahanya tetap dilaksanakan. Kuliah sambil bekerja. Atau, bekerja sambil kuliah. Dia bisa menyelesaikan kuliahnya tepat waktu.
Usaha Ayahnya tidak sampai di situ. Dia meminta anaknya mendaftar sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Anak itu diterima sebagai ASN. Dia tidak bahagia bukan karena dia ditempatkan di kecamatan lain. Penghasilan sebagai ASN tidak ada apa-apanya dibandingkan hasil usahanya.
Pemuda itu mematuhi Ayahnya. Dia melanjutkan bekerja sebagai ASN. Usahanya ditinggalkan. Pengalamannya sebagai pengusaha menjadi modal baginya saat diberikan amanah sebagai pimpinan suatu lembaga. Terobosan banyak dilakukan untuk kesejahteraan rakyat. ASN berprestasi pernah disandangnya.
Kini dia sudah menyelesaikan tugasnya sebagai ASN. Kehidupannya sangat layak. Dia menikmati hari tuanya bersama istri, anak-anak, dan cucunya. Jika Ayahnya masih hidup, dia akan bangga melihat putranya itu.(aa)
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh Alhamdulillahi robbil alamin kami panjatkan kehadlirat Allah SWT, bahwasannya dengan rahmat dan karunia-Nya lah akhirnya Website sekolah…
Copyright © 2017 - 2025 SMA Negeri 8 Balikpapan All rights reserved.
Powered by sekolahku.web.id